TENTANG ZIARAH WALISONGO
Saya pernah ditanya: “Bib, keistimewaannya ziarah
walisongo apa?”, saya jawab: “Isin (malu, red.)!” Jawaban saya masih dikejar:
“Lho, bukannya istimewanya ada pada berkah (mencari
berkah, red.)”. “Bukan. Terlalu tinggi itu buat saya.” Tandas saya.
Anda lihat, Sunan Ampel misalnya, sudah berapa ratus
orang yang berdzikir di makam beliau tiap hari? Makam Sunan Kalijaga, berapa
ratus orang yang sudah menyebut nama Allah di sana tiap malam? Sunan Muria,
sudah berapa ribu orang yang membaca Quran dan membaca shalawat di sana
(Muria)? Saya sendiri saja masih susah mengajak anak-anak sehabis maghrib untuk
berkumpul dan memperkenalkan ajdad (leluhur), berdoa, berdzikir, dan membaca
Quran. Bagaimana bisa seramai di makam para auliya` Allah Walisongo? Padahal
mereka sudah wafat ratusan tahun yang lalu, dan saya masih hidup. (Baca: Dengan
Shalawat Menjaring Rahmat)
Berziarah, selain melahirkan budaya malu seperti
tadi, seharusnya berfungsi memperkenalkan siapa yang ada di makam tersebut
kepada anak-anak kita. Seharusnya bukan Walisongo saja, tapi perkenalkan juga
siapa Kiai Sentot Prawirodirjo, siapa Kiai Diponegoro, siapa Jenderal Sudirman,
karena kita semakin lupa dengan para pahlawan negeri ini. Lihatlah bendera
kita, merah putih, ia berdiri tegak bukan secara gratis! Ada darah dan nyawa
para pahlawan yang harus dibayar untuk “membeli” bendera itu. Coba kita
kenalkan para pahwalan itu setiap habis maghrib. (Baca: Ulama Sodoqun dan Ulama
Solihun)
Ibarat kita sudah merdeka ini, seperti ada hidangan
di meja di depan kita dan kita tinggal melahapnya saja. Tapi bukannya melahap,
eh malah sibuk ribut sendiri, saling sikut, mau diadu domba. Makam Sunan Ampel
saja, yang sudah wafat ratusan lalu, masih sanggup mempersatukan masyarakat
sekarang yang masih hidup. Pintu makam selalu dibuka, semua orang dapat
menziarahi, apapun warna kulitnya, apapun partainya, dan di kanan-kiri banyak
orang berjualan, pendapatan mereka bertambah, ada pekerjaan yang dapat
menyambung hidup mereka. Muka kita mau ditaruh dimana, wong orang yang sudah
mati saja masih bisa begini, tapi kita yang masih hidup tidak bisa apa-apa?
(RA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar